Berbicara
masalah sosial memang tak pernah usai, dari hari ke hari kian berubah
bahkan kecendrungan perubahan tersebut sangat cepat, terutama di daerah
perkotaan. Cepatnya perubahan ini akibat dari perkembangan teknologi dan
informasi yang demikian pesat.
Perkembangan
dan kemajuan teknologi dan informasi tidak hanya berdampak positif
tetapi banyak pula dampak negatifnya, terutama dampak negatif masalah
social. Ada berbagai masalah social yang ada di sekitar kita, baik yang
sederhana hingga yang rumit. Salah satu dari berbagai masalah social itu
dalalah seks bebas dikalangan remaja.
Seks
merupakan salah satu kebutuhan biologis manusia. Seks adalah anugerah
Tuhan, sudah seharusnya anugerah itu dimanfaatkan sebaik-baiknya bukan
disalahgunakan. Namun fakta yang ada, dengan kemajuan teknologi dan
informasi, seks justru disalahgunakan. Penyalahgunaan seks dalam bahasa
populer disebut free sex atau lebih dikenal dengan seks bebas.
Pelaku seks bebas sebagian besar dilakukan oleh kalangan remaja, terutama pada masa-masa puncak pubertas
atau kisaran pada masa sekolah SMA dan sederajat. Bahkan tahun-tahun
terakhir seks bebas sudah dikenal dikalangan siswa-siswi SMP. Hal
ini sangat memprihatinkan dan sudah berada diambang batas sehingga
perlu penanggulangan dan pencegahan sejak dini pada generasi muda.
Pencegahan
terhadap perilaku seks bebas dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan, seperti misalnya dengan pendekatan sosiocultural maupun
pendekatan spiritual/agama. Pencegahan dan penanggulangan seks bebas ini
sangat penting dilakukan mengingat dampak perilaku seks bebas sangat
berbahaya, seperti menyebarnya penularan Hiv-aids dan kanker herviks (
kanker payudara ) bagi kaum wanita pelaku seks bebas.
Seks Bebas Persfektif Agama Hindu
Kehidupan
masyarakat di era globalisasi, khususnya pada jaman post modern seperti
sekarang ini, tampaknya perubahan itu sangat cepat. Tak hanya di
kota-kota bahkan hingga ke desa-desa.
Globalisasi
telah menimbulkan semakin tingginya intensitas pergulatan antara
nilai-nilai budaya lokal dan global. Sistem nilai budaya lokal yang
selama ini digunakan sebagai acuan oleh masyarakat tidak jarang
mengalami perubahan karena pengaruh nilai-nilai budaya global, terutama
dengan adanya kemajuan teknologi informasi mempercepat proses perubahan
tersebut. Proses globalisasi telah pula merambah kehidupan agama yang
serba sakral menjadi sekuler, yang dapat menimbulkan ketegangan bagi
umat beragama. Nilai-nilai yang mapan selama ini telah mengalami
perubahan yang pada gilirannya menimbulkan keresahan psikologis dan
krisis identitas di kalangan masyarakat (Ardika, 2005:18).
Arus
globalisasi yang demikian cepat, apabila tidak diiringi dengan
pertahanan budaya local maka kearifan atau budaya local akan tergerus
oleh budaya global yang belum tentu sesuai dengan budaya timur,
khususnya kearifan local di Bali. Salah satu budaya ketimuran yang
semakin tergerus budaya global adalah persoalan seks.
Menurut
agama dan budaya local di Bali, seks merupakan hal yang sakral. Seks
hanya boleh dilakukan dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum
agama. Apabila seks itu dilakukan diluar perkawinan maka akan
menimbulkan penderitaan bagi pelaku seks diluar nikah atau seks bebas.
Seks pranikah atau seks diluar perkawinan apabila terjadi pembuahan maka
akan melahirkan anak – anak yang tidak baik, anak yang suka menentang
orang tua, anak yang tidak berbhakti kepada Tuhan, dan sifat-sifat buruk
lainnya.
Seks diluar perkawinan yang sah dianggap zina, dalam ajaran Hindu disebut paradara. Agama telah memberikan batasan hal-hal mana yang digolongkan kedalam perzinahan. Pembatasan ini ditemukan didalam kitab Arthasastra dan kitab-kitab lainnya. Beberapa sloka Arthasastra yang menguraikan pembatasan sejauh mana hal yang dianggap perzinahan, seperti kutipan berikut:
Jika
pria dan wanita, dengan harapan untuk melakukan hubungan seks,
menggunakan gerak kaki atau secara rahasia mengadakan percakapan yang
tidak sopan (percakapan yang bernada porno), denda untuk wanita adalah
dua puluh empat pana, dua kali lipat untuk pria (48 pana).{ Kautilya Arthasastra, III.3.59.25}
Bagi
yang menyentuh rambut, ikatan pakaian bawah, gigi, kuku. Dendanya
terendah untuk kekerasan (akan dikenakan), dua kali lipat untuk pria. (Kautilya Arthasastra, III.3.59.26)
Sloka
diatas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk zina yaitu membelai
rambut, memeluk pinggang, berciuman atau mengkulum (menyentuh gigi
dengan lidah), berjabat tangan (menyentuh kuku), bercakap-cakap dengan
bahasa yang porno. Semua itu apabila dilakukan dengan harapan untuk
melakukan hubunga seks.
Tindakan
yang sesuai dengan sloka diatas dapat diberikan sanksi berupa denda
berupa uang. Didalam Manawa dharmasastra sanksi yang diberikan kepada
pelaku perzinahan dikenakan hukuman dengan mengusir pelaku keluar desa.
Selain itu dikenakan pula hukuman cambuk dan hukuman badan. Hukuman
cambuk juga diberlakukan dalam agama lain dan juga ditemukan didalam
literatur Hindu, terutama didalam arthasastra, seperti sloka berikut:
Dan dalam hal percakapan ditempat yang mencurigakan, hukuman cambuk bisa diganti dengan denda dalam pana (Kautilya Arthasastra, III.3.59. 27).
Pelanggaran
atas sloka diatas di era globalisasi telah banyak terjadi, hampir oleh
sebagian masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh beberapa factor, misalnya;
pertama, penyebaran video porno yang semakin meluas dan mudah diakses,
baik melalui internet maupun penyedia layanan penjualan video porno.
Kedua, disebabkan wanita sering berpakaian seksi, sehingga mengundang
nafsu birahi. Berpakaian seksi terutama dikalangan remaja wanita perlu
dihindari. Kedua hal tersebut tidak hanya bertentangan dengan hukum agama tetapi juga bertentangan dengan Undang-undang pornografi.
Beredarnya
video porno dikalangan remaja sehingga sering menimbulkan ekses yang
tidak baik, misalkan terjadinya pemerkosaan. Hal ini tentu merupakan
pelecehan terhadap kaum wanita. Pelecehan terhadap wanita berakibat
tidak baik dalam kehidupan bermasyarakat. Didalam Manawa Dharmasastra dinyatakan bahwa:
Dimana
perempuan dihormati disana para dewa merasa senang, akan tetapi dimana
perempuan tidak dihormati disana tidak ada upacara suci yang berpahala.
(MDs, III:56).
Dimana
perempuan hidup sedih, keluarga itu akan cepat mengalami kehancuran,
sebaliknya, dimana perempuan tidak hidup menderita, keluarga itu akan
hidup bahagia. (MDs, III: 57)”
Dengan
demikian betapa pentingnya perlindungan terhadap kaum wanita, baik
perlindungan harkat dan martabat kaum wanita, perlindungan jiwa maupun
perlindungan dengan harta. Dalam hukum Indonesia telah pula dibentuk
Undang-undang perlindungan anak dan juga Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Oleh karena itu perlu adanya penegakan hukum tersebut lebih tegas lagi,
baik hukum agama maupun hukum nasional, untuk menciptaan kehidupan yang
aman, tertib dan sejahtera.
Penanggulangan Seks Bebas dikalangan Remaja.
Pencegahan/penanggulangan
seks bebas dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, seperti
pendekatan agama, pendekatan perundang-undangan, dll. Berikut disajikan
pendekatan agama dan pendekatan perundang-undangan.
a. Pendekatan Spiritual/Agama
Seperti yang kita ketahui, salah satu pengaruh globalisasi yang diakibatkan kemajuan
teknologi informasi adalah seks bebas dikalangan remaja yang berujung
pada mewabahnya penyakit Hiv-aids. Penderita Hiv-Aids di Indonesia kian
meningkat. Bagi sebagian besar masyarakat hiv-aids ini dianggap paling
menakutkan, disebabkan sejauh ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan
peyakit ini namun hanya bisa dicegah.
Kian
meningkatnya penderita HIV-Aids di beberapa daerah di Indonesia.
Sesungguhnya Hiv-Aids itu menandakan bahwa Tuhan itu maha adil. Hiv-aids
sebagian besar ditularkan melalui seks, terutama seks bebas. Dengan
adanya hiv-aids, sudah seyogianya setiap orang sadar bahwa perilaku yang
menyimpang ada ganjarannya, baik berupa penyakit maupun penderitaan
lainnya.
Sebagian
besar masyarakat beranggapan bahwa ingin hidup bebas sesuai
kehendaknya, padahal sejatinya perilaku manusia itu bebas terbatas,
artinya manusia diberikan kebebasan untuk berbuat dan
bertindak tetapi dibatasi oleh kepentingan orang lain. Untuk melindungi
kepentingan orang lain maka dibentuklah peraturan sebagai kontrol
social. Istilah lain dapat dinyatakan bahwa perilaku
manusia dibatasi oleh hukum, baik hukum alam (rta) maupun hukum duniawi
(dharma), seperti disebutkan didalam kitab suci sebagai berikut:
Danda casti prajah sarwa danda ewabhiraksati,
Danda suptesu jagarti danda dharmam widurbudhah.
(Manawa Dharmasastra VII.18)
Hukum
(hukuman) itu sendirilah yang memerintah semua mahkluk, hukum (hukuman)
itu sendirilah yang melindungi mereka, Hukum (hukuman) berjaga selagi
orang tidur, orang-orang bijaksana menyamakannya dengan dharma.
Sloka diatas diperjelas lagi didalam Mahabharata, dikatakan bahwa” Semua alam, tumbuh-tumbuhan dan binatang diatur oleh dharma (hukum Rta)” (Mahabharata, 2.28). Didalam Mahabharata Santi Parwa, 255.28 juga disebutkan bahwa “Kebahagian umat manusia dan kesejahteraan masyarakat datang dari dharma (Hukum), laksana (tingkah laku) dan budi luhur (perilaku bijaksana) untuk kesejahteraan manusia itulah dharma
yang utama (hukum tertinggi, kewajiban tertinggi)”. Dengan demikian,
agama menekankan betapa pentingnya perilaku bajik itu. Karena perilaku
itu menentukan bagaimana nasib seseorang.
Seks
bebas yang dilakukan dikalangan remaja meski tampak tidak terjangkau
oleh hukum buatan manusia, seperti hukum yang telah diundangkan oleh
pemerintah, namun disadari atau tidak hukum Tuhan akan selalu mengadili
mereka yang melanggar hukum Tuhan atau dalam agama Hindu disebut dharma dan rta. Didalam Veda Smerti dinyatakan “Dharma yang dilanggar menghancurkan pelanggarnya, dharma yang dipelihara akan memeliharanya, oleh karena itu dharma jangan dilanggar, melanggar dharma akan menghancurkan diri sendiri. (Manawa Dharmaśāstra VIII.15.)
Dengan memahami sloka Veda Smerti diatas tersurat bahwa orang yang melanggar Hukum ( Rta dan Dharma ) tak tersangsikan lagi pasti hancur, orang yang memelihara Dharma
pasti dipelihara oleh hukum itu sendiri. Demikian pula halnya dengan
orang yang sakit, Orang sakit juga karena melanggar hukum. Menurut kitab
Ayur veda yaitu kitab Upaveda dari Yajur Veda
menyatakan bahwa semua penyakit datang dari pikiran, pikiran yang tidak
baik (melanggar hukum alam dan hukum duniawi). Dalam pemahaman modern
disebut negative thinking.
Apabila
kita mau menyadari, bahwa sesungguhnya Hiv-Aids merupakan pencegah seks
bebas, merupakan hukum Tuhan tanpa pilih kasih. Siapa yang melanggar
pasti akan mendapatkan pahala yang setimpal dengan perbuatannya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-Nya maka ia telah menciptakan
penderitaan bagi dirinya sendiri.
Dengan mengacu pada ajaran Veda
dapat dikatakan bahwa apa yang disebut HIV-Aids yang menakutkan, hal
itu pertanda Tuhan itu maha adil. Hukum Tuhan tidak dapat ditipu oleh
siapapun. Semua akibat disebabkan oleh tindakan kita
sendiri bukan orang lain, bukan juga oleh Tuhan. Tuhan hanya menciptakan
hukum tetapi Ia tidak menghukum, yang menghukum hanyalah hukum itu
sendiri.
Berdasarkan uaraian diatas, pencegahan seks bebas dapat dilakukan dengan pemahaman akan ajaran agama, terutama konsep hukum karmaphala, hal baik yang ditanam maka hal baik pula yang dipetik. “Sesuai
dengan benih yang telah ditaburkan begitulah buah yang akan dipetiknya,
pembuat kebaikan akan mendapat kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik
kejahatan pula. Tertaburlah olehmu biji-biji benih dan engkau pulalah
yang akan merasakan buah-buah dari padanya”. (Samyutta Nikaya).
Seks
bebas persefektif agama dapat pula dicegah dengan menerapkan aturan
berpakaian. Cara berpakaian yang seksi bagi kaum wanita sering dianggap
sebagai penyebab terjadinya pemerkosaan dan juga seks bebas.
Pemerkosaan
maupun seks bebas tidak dapat dipandang sebelah mata, tidak selalu
karena kesalahan lelaki, tetapi juga oleh karena kesalahan wanita. Agama
telah memberikan batasan dalam berpakaian. Didalam kitab Kama Sutra dinyatakan bahwa “
Hendaknya bagian yang sensitive dari tubuh ini jangan diperlihatkan,
karena itu akan merusak mental dari orang yang melihatnya” {Kama
Sutra.III.12}. Dinyatakan pula bahwa ”Tengkuk, buah dada, paha, dan
betis wanita adalah kekuatannya ; sinar auranya akan hilang apabila
diperlihatkan pada laki-laki di saat malam hari” {Kama Sutra. VIII.7}.
Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan batasan, sejauh mana
berpakaian itu dilarang maupun dibolehkan. Dengan menyimak sloka
tersebut dapat diartikan bahwa agama melarang seseorang berpakaian
seksi, terutama kaum wanita.
Pencegahan
seks bebas bagi kaum lelaki, diwajibkan untuk mengendalikan pikiran
agar tidak nafsu birahi. Seperti dinyatakan didalam kitab suci Sarasamuscaya, sebagai berikut:
Nafsu
birahi sesat itu adalah belenggu utama umat manusia, jika ada orang
yang mampu terbebas darinya, niscaya ia akan memperoleh alam surgawi (surga), dimana tiada lagi kematian, kesengsaraan dan ketakutan. {Sarasamuscaya,444}
Mereka
yang mampu mengendalikan birahinnya, mampu mengendalikan amarahnya,
tahan terhadap kecaman dan pujian, niscaya akan menjadi bijaksana. {Sarasamuscaya,445}
Nafsu birahi apabila dituruti maka akan semakin merajalela. Didalam kitab Canakya Nitisastra dinyatakan bahwa Dewi Laksmi
menjauh dari orang-orang yang nafsu seksnya “tidak terkendali”. Oleh
karena penguasa kemakmuran adalah Dewi Laksmi, itu berarti kemakmuran
menjauh dari orang-orang yang nafsu seksnya tidak terkendali.
Seks
yang salah penyebab kemiskinan, namun seks yang benar merupakan sumber
kemakmuran bahkan seks cara untuk mencapai moksa. Perkawinan yang
dilaksanakan menyimpang dari ajaran dharma maka perkawinan menjadi sumber masalah dan berujung pada penderitaan.
Lelaki
maupun wanita memiliki peranan penting dalam menjaga kesucian, agar
terhindar dari perilaku sek bebas. Terlebih lagi dinyatakan bahwa nafsu
seks wanita delapan kali lebih kuat daripada lelaki, oleh karenanya
wanita memiliki peranan penting untuk menjaga kesucian agar tercapainya
perkawinan yang suci. Selain dengan berpakaian yang berdasarkan
kaidah-kaidah agama, tentunya yang jauh lebih penting adalah menjaga
kesucian diri dari dalam diri untuk menjaga inner beauty.
b. Pendekatan perundang-undangan
Negara
Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan
kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menghormati kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga Negara.
Untuk
menegakan hukum di Negara kita, telah dibentuk berbagai peraturan
perundang-undangan. Meski berbagai peraturan telah dibentuk oleh
pemerintah, namun nyatanya perilaku menyimpang dari
peraturan yang ada, justru semakin merajalela. Salah satunya seks bebas
dikalangan remaja. Untuk mencegah seks bebas, pada tahun 2008 telah
dibentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008
Tentang Pornografi, karena pornografi dianggap sebagai penyebab utama
seks bebas dikalangan remaja. Selain itu dibentuk pula Undang-undang
tentang perlindungan anak dan undang-undang tentang IT (Informasi dan
teknologi).
Semakin maraknya
peredaran barang-barang pornografi, baik yang secara sadar dan tidak
sadar, secara langsung atau tidak langsung, yang dibuat sendiri oleh
seseorang dan atau oleh organisasi, telah menyebabkan semakin tingginya seks bebas dikalangan remaja.
Mengingat dampak negative pornografi demikian membahayakan kehidupan bermasyarakat, maka sesuai pasal 15 UU No 48 tahun 2008 dinyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi”. Pasal 5 menyebutkan “Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)”, selanjutnya pasal 6 dinyatakan “Setiap
orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan,
memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan
perundang-undangan”.
Pasal 4 ayat 1 yang dimaksud, berbunyi “Setiap
orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat: a.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang
menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d.
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat
kelamin; atau f. pornografi anak”.
Pelanggaran
atas Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Pelanggaran atas
Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Sedangkan
bagi yang memiliki produk pornografi, seperti misalnya menyimpan video
porno diancam pidana penjara paling lama 4 tahun. Seperti bunyi pasal 32
UU no 48 tahun 2008 yang berbunyi “Setiap orang yang
memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan
produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.
Dari
uraian diatas, pencegahan dan penanggulangan seks bebas dengan
pendekatan perundang-undangan dapat dilakukan dengan penerapan uu no 48
tahun 2008 tentang pornografi.
Untuk
mencegah kepemilikan produk-produk pornografi dikalangan remaja, perlu
adanya peran serta keluarga dalam mencegah hal tersebut. Seperti
misalnya dengan membatasi anak-anak dari barang-barang elektronik yang
dapat menyimpan video porno.
Keluarga
atau masyarakat sudah seharusnya melarang setiap orang maupun orang
dibawah umur (anak-anak) untuk tidak mmenyimpan produk pornografi pada
Handphone maupun alat elektronik lainnya, karena hal ini merupakan
perintah Undang-undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar