TARUH KODE WIDGET SHOUTOXMU DI SINI

Rabu, 06 Februari 2013

Seks Bebas dan Penanggulangannya Persfektif Hindu

Berbicara masalah sosial memang tak pernah usai, dari hari ke hari kian berubah bahkan kecendrungan perubahan tersebut sangat cepat, terutama di daerah perkotaan. Cepatnya perubahan ini akibat dari perkembangan teknologi dan informasi yang demikian pesat.
Perkembangan dan kemajuan teknologi dan informasi tidak hanya berdampak positif tetapi banyak pula dampak negatifnya, terutama dampak negatif masalah social. Ada berbagai masalah social yang ada di sekitar kita, baik yang sederhana hingga yang rumit. Salah satu dari berbagai masalah social itu dalalah seks bebas dikalangan remaja.
Seks merupakan salah satu kebutuhan biologis manusia. Seks adalah anugerah Tuhan, sudah seharusnya anugerah itu dimanfaatkan sebaik-baiknya bukan disalahgunakan. Namun fakta yang ada, dengan kemajuan teknologi dan informasi, seks justru disalahgunakan. Penyalahgunaan seks dalam bahasa populer disebut free sex atau lebih dikenal dengan seks bebas.
Pelaku seks bebas sebagian besar dilakukan oleh kalangan remaja, terutama pada masa-masa puncak pubertas atau kisaran pada masa sekolah SMA dan sederajat. Bahkan tahun-tahun terakhir seks bebas sudah dikenal dikalangan siswa-siswi SMP. Hal ini sangat memprihatinkan dan sudah berada diambang batas sehingga perlu penanggulangan dan pencegahan sejak dini pada generasi muda.
Pencegahan terhadap perilaku seks bebas dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, seperti misalnya dengan pendekatan sosiocultural maupun pendekatan spiritual/agama. Pencegahan dan penanggulangan seks bebas ini sangat penting dilakukan mengingat dampak perilaku seks bebas sangat berbahaya, seperti menyebarnya penularan Hiv-aids dan kanker herviks ( kanker payudara ) bagi kaum wanita pelaku seks bebas.
Seks Bebas Persfektif Agama Hindu
Kehidupan masyarakat di era globalisasi, khususnya pada jaman post modern seperti sekarang ini, tampaknya perubahan itu sangat cepat. Tak hanya di kota-kota bahkan hingga ke desa-desa.
Globalisasi telah menimbulkan semakin tingginya intensitas pergulatan antara nilai-nilai budaya lokal dan global. Sistem nilai budaya lokal yang selama ini digunakan sebagai acuan oleh masyarakat tidak jarang mengalami perubahan karena pengaruh nilai-nilai budaya global, terutama dengan adanya kemajuan teknologi informasi mempercepat proses perubahan tersebut. Proses globalisasi telah pula merambah kehidupan agama yang serba sakral menjadi sekuler, yang dapat menimbulkan ketegangan bagi umat beragama. Nilai-nilai yang mapan selama ini telah mengalami perubahan yang pada gilirannya menimbulkan keresahan psikologis dan krisis identitas di kalangan masyarakat (Ardika, 2005:18).
Arus globalisasi yang demikian cepat, apabila tidak diiringi dengan pertahanan budaya local maka kearifan atau budaya local akan tergerus oleh budaya global yang belum tentu sesuai dengan budaya timur, khususnya kearifan local di Bali. Salah satu budaya ketimuran yang semakin tergerus budaya global adalah persoalan seks.
Menurut agama dan budaya local di Bali, seks merupakan hal yang sakral. Seks hanya boleh dilakukan dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum agama. Apabila seks itu dilakukan diluar perkawinan maka akan menimbulkan penderitaan bagi pelaku seks diluar nikah atau seks bebas. Seks pranikah atau seks diluar perkawinan apabila terjadi pembuahan maka akan melahirkan anak – anak yang tidak baik, anak yang suka menentang orang tua, anak yang tidak berbhakti kepada Tuhan, dan sifat-sifat buruk lainnya.
Seks diluar perkawinan yang sah dianggap zina, dalam ajaran Hindu disebut paradara. Agama telah memberikan batasan hal-hal mana yang digolongkan kedalam perzinahan. Pembatasan ini ditemukan didalam kitab Arthasastra dan kitab-kitab lainnya. Beberapa sloka Arthasastra yang menguraikan pembatasan sejauh mana hal yang dianggap perzinahan, seperti kutipan berikut:
Jika pria dan wanita, dengan harapan untuk melakukan hubungan seks, menggunakan gerak kaki atau secara rahasia mengadakan percakapan yang tidak sopan (percakapan yang bernada porno), denda untuk wanita adalah dua puluh empat pana, dua kali lipat untuk pria (48 pana).{ Kautilya Arthasastra, III.3.59.25}
Bagi yang menyentuh rambut, ikatan pakaian bawah, gigi, kuku. Dendanya terendah untuk kekerasan (akan dikenakan), dua kali lipat untuk pria. (Kautilya Arthasastra, III.3.59.26)
Sloka diatas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk zina yaitu membelai rambut, memeluk pinggang, berciuman atau mengkulum (menyentuh gigi dengan lidah), berjabat tangan (menyentuh kuku), bercakap-cakap dengan bahasa yang porno. Semua itu apabila dilakukan dengan harapan untuk melakukan hubunga seks.
Tindakan yang sesuai dengan sloka diatas dapat diberikan sanksi berupa denda berupa uang. Didalam Manawa dharmasastra sanksi yang diberikan kepada pelaku perzinahan dikenakan hukuman dengan mengusir pelaku keluar desa. Selain itu dikenakan pula hukuman cambuk dan hukuman badan. Hukuman cambuk juga diberlakukan dalam agama lain dan juga ditemukan didalam literatur Hindu, terutama didalam arthasastra, seperti sloka berikut:
Dan dalam hal percakapan ditempat yang mencurigakan, hukuman cambuk bisa diganti dengan denda dalam pana (Kautilya Arthasastra, III.3.59. 27).
Pelanggaran atas sloka diatas di era globalisasi telah banyak terjadi, hampir oleh sebagian masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh beberapa factor, misalnya; pertama, penyebaran video porno yang semakin meluas dan mudah diakses, baik melalui internet maupun penyedia layanan penjualan video porno. Kedua, disebabkan wanita sering berpakaian seksi, sehingga mengundang nafsu birahi. Berpakaian seksi terutama dikalangan remaja wanita perlu dihindari. Kedua hal tersebut tidak hanya bertentangan dengan hukum agama tetapi juga bertentangan dengan Undang-undang pornografi.
Beredarnya video porno dikalangan remaja sehingga sering menimbulkan ekses yang tidak baik, misalkan terjadinya pemerkosaan. Hal ini tentu merupakan pelecehan terhadap kaum wanita. Pelecehan terhadap wanita berakibat tidak baik dalam kehidupan bermasyarakat. Didalam Manawa Dharmasastra dinyatakan bahwa:
Dimana perempuan dihormati disana para dewa merasa senang, akan tetapi dimana perempuan tidak dihormati disana tidak ada upacara suci yang berpahala. (MDs, III:56).
Dimana perempuan hidup sedih, keluarga itu akan cepat mengalami kehancuran, sebaliknya, dimana perempuan tidak hidup menderita, keluarga itu akan hidup bahagia. (MDs, III: 57)”
Dengan demikian betapa pentingnya perlindungan terhadap kaum wanita, baik perlindungan harkat dan martabat kaum wanita, perlindungan jiwa maupun perlindungan dengan harta. Dalam hukum Indonesia telah pula dibentuk Undang-undang perlindungan anak dan juga Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Oleh karena itu perlu adanya penegakan hukum tersebut lebih tegas lagi, baik hukum agama maupun hukum nasional, untuk menciptaan kehidupan yang aman, tertib dan sejahtera.
Penanggulangan Seks Bebas dikalangan Remaja.
Pencegahan/penanggulangan seks bebas dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, seperti pendekatan agama, pendekatan perundang-undangan, dll. Berikut disajikan pendekatan agama dan pendekatan perundang-undangan.
a. Pendekatan Spiritual/Agama
Seperti yang kita ketahui, salah satu pengaruh globalisasi yang diakibatkan kemajuan teknologi informasi adalah seks bebas dikalangan remaja yang berujung pada mewabahnya penyakit Hiv-aids. Penderita Hiv-Aids di Indonesia kian meningkat. Bagi sebagian besar masyarakat hiv-aids ini dianggap paling menakutkan, disebabkan sejauh ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan peyakit ini namun hanya bisa dicegah.
Kian meningkatnya penderita HIV-Aids di beberapa daerah di Indonesia. Sesungguhnya Hiv-Aids itu menandakan bahwa Tuhan itu maha adil. Hiv-aids sebagian besar ditularkan melalui seks, terutama seks bebas. Dengan adanya hiv-aids, sudah seyogianya setiap orang sadar bahwa perilaku yang menyimpang ada ganjarannya, baik berupa penyakit maupun penderitaan lainnya.
Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa ingin hidup bebas sesuai kehendaknya, padahal sejatinya perilaku manusia itu bebas terbatas, artinya manusia diberikan kebebasan untuk berbuat dan bertindak tetapi dibatasi oleh kepentingan orang lain. Untuk melindungi kepentingan orang lain maka dibentuklah peraturan sebagai kontrol social. Istilah lain dapat dinyatakan bahwa perilaku manusia dibatasi oleh hukum, baik hukum alam (rta) maupun hukum duniawi (dharma), seperti disebutkan didalam kitab suci sebagai berikut:
Danda casti prajah sarwa danda ewabhiraksati,
Danda suptesu jagarti danda dharmam widurbudhah.
(Manawa Dharmasastra VII.18)
Hukum (hukuman) itu sendirilah yang memerintah semua mahkluk, hukum (hukuman) itu sendirilah yang melindungi mereka, Hukum (hukuman) berjaga selagi orang tidur, orang-orang bijaksana menyamakannya dengan dharma.
Sloka diatas diperjelas lagi didalam Mahabharata, dikatakan bahwa” Semua alam, tumbuh-tumbuhan dan binatang diatur oleh dharma (hukum Rta) (Mahabharata, 2.28). Didalam Mahabharata Santi Parwa, 255.28 juga disebutkan bahwa Kebahagian umat manusia dan kesejahteraan masyarakat datang dari dharma (Hukum), laksana (tingkah laku) dan budi luhur (perilaku bijaksana) untuk kesejahteraan manusia itulah dharma yang utama (hukum tertinggi, kewajiban tertinggi)”. Dengan demikian, agama menekankan betapa pentingnya perilaku bajik itu. Karena perilaku itu menentukan bagaimana nasib seseorang.
Seks bebas yang dilakukan dikalangan remaja meski tampak tidak terjangkau oleh hukum buatan manusia, seperti hukum yang telah diundangkan oleh pemerintah, namun disadari atau tidak hukum Tuhan akan selalu mengadili mereka yang melanggar hukum Tuhan atau dalam agama Hindu disebut dharma dan rta. Didalam Veda Smerti dinyatakan “Dharma yang dilanggar menghancurkan pelanggarnya, dharma yang dipelihara akan memeliharanya, oleh karena itu dharma jangan dilanggar,  melanggar dharma akan menghancurkan diri sendiri. (Manawa Dharmaśāstra VIII.15.)
Dengan memahami sloka Veda Smerti diatas tersurat bahwa orang yang melanggar Hukum ( Rta dan Dharma ) tak tersangsikan lagi pasti hancur, orang yang memelihara Dharma pasti dipelihara oleh hukum itu sendiri. Demikian pula halnya dengan orang yang sakit, Orang sakit juga karena melanggar hukum. Menurut kitab Ayur veda yaitu kitab Upaveda dari Yajur Veda menyatakan bahwa semua penyakit datang dari pikiran, pikiran yang tidak baik (melanggar hukum alam dan hukum duniawi). Dalam pemahaman modern disebut negative thinking.
Apabila kita mau menyadari, bahwa sesungguhnya Hiv-Aids merupakan pencegah seks bebas, merupakan hukum Tuhan tanpa pilih kasih. Siapa yang melanggar pasti akan mendapatkan pahala yang setimpal dengan perbuatannya. Barangsiapa yang melanggar hukum-Nya maka ia telah menciptakan penderitaan bagi dirinya sendiri.
Dengan mengacu pada ajaran Veda dapat dikatakan bahwa apa yang disebut HIV-Aids yang menakutkan, hal itu pertanda Tuhan itu maha adil. Hukum Tuhan tidak dapat ditipu oleh siapapun. Semua akibat disebabkan oleh tindakan kita sendiri bukan orang lain, bukan juga oleh Tuhan. Tuhan hanya menciptakan hukum tetapi Ia tidak menghukum, yang menghukum hanyalah hukum itu sendiri.
Berdasarkan uaraian diatas, pencegahan seks bebas dapat dilakukan dengan pemahaman akan ajaran agama, terutama konsep hukum karmaphala, hal baik yang ditanam maka hal baik pula yang dipetik. “Sesuai dengan benih yang telah ditaburkan begitulah buah yang akan dipetiknya, pembuat kebaikan akan mendapat kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Tertaburlah olehmu biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah-buah dari padanya”. (Samyutta Nikaya).
Seks bebas persefektif agama dapat pula dicegah dengan menerapkan aturan berpakaian. Cara berpakaian yang seksi bagi kaum wanita sering dianggap sebagai penyebab terjadinya pemerkosaan dan juga seks bebas.
Pemerkosaan maupun seks bebas tidak dapat dipandang sebelah mata, tidak selalu karena kesalahan lelaki, tetapi juga oleh karena kesalahan wanita. Agama telah memberikan batasan dalam berpakaian. Didalam kitab Kama Sutra dinyatakan bahwa “ Hendaknya bagian yang sensitive dari tubuh ini jangan diperlihatkan, karena itu akan merusak mental dari orang yang melihatnya” {Kama Sutra.III.12}. Dinyatakan pula bahwa ”Tengkuk, buah dada, paha, dan betis wanita adalah kekuatannya ; sinar auranya akan hilang apabila diperlihatkan pada laki-laki di saat malam hari” {Kama Sutra. VIII.7}. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan batasan, sejauh mana berpakaian itu dilarang maupun dibolehkan. Dengan menyimak sloka tersebut dapat diartikan bahwa agama melarang seseorang berpakaian seksi, terutama kaum wanita.
Pencegahan seks bebas bagi kaum lelaki, diwajibkan untuk mengendalikan pikiran agar tidak nafsu birahi. Seperti dinyatakan didalam kitab suci Sarasamuscaya, sebagai berikut:
Nafsu birahi sesat itu adalah belenggu utama umat manusia, jika ada orang yang mampu terbebas darinya, niscaya ia akan memperoleh alam surgawi (surga), dimana tiada lagi kematian, kesengsaraan dan ketakutan. {Sarasamuscaya,444}
Mereka yang mampu mengendalikan birahinnya, mampu mengendalikan amarahnya, tahan terhadap kecaman dan pujian, niscaya akan menjadi bijaksana. {Sarasamuscaya,445}
Nafsu birahi apabila dituruti maka akan semakin merajalela. Didalam kitab Canakya Nitisastra dinyatakan bahwa Dewi Laksmi menjauh dari orang-orang yang nafsu seksnya “tidak terkendali”. Oleh karena penguasa kemakmuran adalah Dewi Laksmi, itu berarti kemakmuran menjauh dari orang-orang yang nafsu seksnya tidak terkendali.
Seks yang salah penyebab kemiskinan, namun seks yang benar merupakan sumber kemakmuran bahkan seks cara untuk mencapai moksa. Perkawinan yang dilaksanakan menyimpang dari ajaran dharma maka perkawinan menjadi sumber masalah dan berujung pada penderitaan.
Lelaki maupun wanita memiliki peranan penting dalam menjaga kesucian, agar terhindar dari perilaku sek bebas. Terlebih lagi dinyatakan bahwa nafsu seks wanita delapan kali lebih kuat daripada lelaki, oleh karenanya wanita memiliki peranan penting untuk menjaga kesucian agar tercapainya perkawinan yang suci. Selain dengan berpakaian yang berdasarkan kaidah-kaidah agama, tentunya yang jauh lebih penting adalah menjaga kesucian diri dari dalam diri untuk menjaga inner beauty.
b. Pendekatan perundang-undangan
Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga Negara.
Untuk menegakan hukum di Negara kita, telah dibentuk berbagai peraturan perundang-undangan. Meski berbagai peraturan telah dibentuk oleh pemerintah, namun nyatanya perilaku menyimpang dari peraturan yang ada, justru semakin merajalela. Salah satunya seks bebas dikalangan remaja. Untuk mencegah seks bebas, pada tahun 2008 telah dibentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, karena pornografi dianggap sebagai penyebab utama seks bebas dikalangan remaja. Selain itu dibentuk pula Undang-undang tentang perlindungan anak dan undang-undang tentang IT (Informasi dan teknologi).
Semakin maraknya peredaran barang-barang pornografi, baik yang secara sadar dan tidak sadar, secara langsung atau tidak langsung, yang dibuat sendiri oleh seseorang dan atau oleh organisasi, telah menyebabkan semakin tingginya seks bebas dikalangan remaja.
Mengingat dampak negative pornografi demikian membahayakan kehidupan bermasyarakat, maka sesuai pasal 15 UU No 48 tahun 2008 dinyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi”. Pasal 5 menyebutkan “Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)”, selanjutnya pasal 6 dinyatakan “Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan”.
Pasal 4 ayat 1 yang dimaksud, berbunyi “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau f. pornografi anak”.
Pelanggaran atas Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Pelanggaran atas Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Sedangkan bagi yang memiliki produk pornografi, seperti misalnya menyimpan video porno diancam pidana penjara paling lama 4 tahun. Seperti bunyi pasal 32 UU no 48 tahun 2008 yang berbunyi “Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.
Dari uraian diatas, pencegahan dan penanggulangan seks bebas dengan pendekatan perundang-undangan dapat dilakukan dengan penerapan uu no 48 tahun 2008 tentang pornografi.
Untuk mencegah kepemilikan produk-produk pornografi dikalangan remaja, perlu adanya peran serta keluarga dalam mencegah hal tersebut. Seperti misalnya dengan membatasi anak-anak dari barang-barang elektronik yang dapat menyimpan video porno.
Keluarga atau masyarakat sudah seharusnya melarang setiap orang maupun orang dibawah umur (anak-anak) untuk tidak mmenyimpan produk pornografi pada Handphone maupun alat elektronik lainnya, karena hal ini merupakan perintah Undang-undang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar